Monday 5 September 2016

Merga Dalam Masyarakat Karo

Masyarakat Karo memiliki nama yang dipakai secara bersama dalam lingkungan keluarga. Nama keluarga itu dikenal dengan istilah merga.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia (1988:559), merga adalah kelompok kekerabatan yang eksogen dan unilinear, baik secara matrilineal (garis keturunan ibu) maupun patrilineal (garis keturunan ayah).

Sementara itu, Prinst dan Darwin Prinst (1985:31) menyatakan merga adalah:
Sesuatu nama yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan garis keturunan ayah, menurut garis lurus baik ke atas maupun ke bawah.

Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa, pada masyarakat Karo penerus garis keturunan terletak pada pihak laki-laki. Sedangkan menurut Jaya S. Meliala (dalam Prinst dan Darwin Prinst, 1985:31) merga adalah kelompok unilineal kelompok tersebut membagi masyarakat Karo menjadi lima golongan besar merga yang terdapat pada masyarakat Karo. Kelima golongan besar itu tidak pernah saling
terpaut terhadap sejarah asal usulnya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa merga adalah kelompok kekerabatan yang diwariskan secara turun-temurun berdasarkan garis keturunan ayah (patrilineal), serta membagi masyarakat yang didasarkan pada merga silima dan tidak berhubungan satu sama lainnya terhadap sejarah asal-usulnya.

Pada hakikatnya tiap orang Karo akan mewariskan merga ayahnya. Bila ia seorang laki-laki, maka ia akan menggunakan istilah merga. Sedangkan bila ia seorang perempuan ia akan menggunakan istilah beru. Merga/beru biasanya dicantumkan di belakang nama sipemakainya. Fungsinya adalah sebagai tanda
pengenalan kelompok garis keturunan atau sebagai identitas asal-usul si pemakai
merga tersebut.

 Dalam hubungan antar individu merga sangat beperan untuk menentukan hubungan atau jenjang kekerabatan. Menentukan jenjang kekerabatan ini biasanya dimulai dengan ertutur (berkenalan). Suku Karo memiliki lima merga.

Menurut prinst (1996:42) sesuai dengan
Keputusan Kongres Kebudayaan Karo, 3 Desember 1995 di Sibayak Internasional
Hotel Berastagi, maka merga Ginting, Karo-Karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan menjadi merga dalam adat-istiadat Karo. Kelima merga ini merupakan induk merga yang lazim di sebut merga silima. Setiap induk merga mempunyai sub-sub merga yang dipakai di belakang merga dalam kelompok merga silima.

Dikutip dari berbagai sumber