Hari demi hari masyarakat yang tinggal
di daerah Tongging semakin bertambah. Lalu, Ginting Munte ini kemudian
memutuskan untuk mencari tempat menetap yang baru karena semakin
padatnya penduduk di sekitar Tongging. Awal mulanya perjalanan Ginting
Munte melintasi daerah Kuta Bangun (saat ini berada di Kecamatan
Tigabinanga) dan sempat menetap beberapa lama di sana. Dia akhirnya
melanjutkan perjalanan dari Kuta Bangun dan ingin mencari daerah baru
untuk menetap kembali.
Seiring perjalanan Ginting Munte mencari daerah untuk menetap, dia dan
keluarganya pun singgah di sebuah tempat untuk beristirahat dan memakan
durian di sana. Biji durian yang dimakan oleh keluarga Ginting Munte
inilah yang menjadi cikal bakal nama Kuta Durin Rugun. Secara tidak
sengaja, keluarga Ginting Munte memakan buah durian dan mengumpulkan
bijinya dan kemudian tumbuhlah banyak batang durian yang berkumpul (emekap durin rugun).
Setelah beristirahat, keluarga Ginting
Munte akhirnya melanjutkan perjalanannya. Menyusuri jalan setapak,
keluarga ini kemudian menemukan sebuah daerah yang dikelilingi oleh air.
Air yang terdapat di daerah ini sama persis dengan yang terdapat di
kampung asal Ginting Munte. Keluarga ini kemudian memutuskan untuk
menetap di sana.
Hari berganti hari bulan berganti bulan
datanglah sekelompok orang yang mengusik keluarga tersebut. Para
pengusik dikatakan berasal dari merga Kembaren. Kembaren ini adalah raja
atau sibayak pada masanya. Kembaren mergana mengakui jika tempat yang
ditempati oleh Ginting Munte bersama keluarganya adalah tanah mereka
(tanah kerajaan Kembaren Liang Melas).
Pasukan Kembaren Liang Melas selalu melakukan serangan secara gencar ke
daerah tempat tinggal keluarga Ginting Munte. Beberapa lama kemudian,
datanglah seorang pemuda yang berjalan dari arah Kutacane ke daerah
keluarga Ginting menetap, yang diyakini oleh banyak orang berketurunan
Pakpak. Pemuda ini bukan seperti orang biasa tetapi mempunyai kemampuan
bela diri dan kesaktian. Ia membantu keluarga Ginting Munte untuk
melawan pasukan Kembaren Liang Melas dan memukul mundur mereka dari
daerah sekitar kekuasaan keluarga Ginting Munte.
Melihat dari perjuangan pemuda ini, keluarga Ginting Munte pun meminta
si pemuda untuk menetap di daerah mereka dan bertugas sebagai penjaga
dari serangan pasukan Kembaren Liang Melas. Keluarga tersebut menawarkan
salah satu anak dari keluarganya untuk dinikahi asalkan si pemuda mau
menetap. Dari ketujuh perempuan yang disuruh dipilih, pemuda tersebut
memilih yang paling pendiam (persinik), sebab si pemuda tersebut adalah seorang yang memiliki sifat temperamental (perampus).
Meski wilayah Ginting Munte sudah dijaga oleh si pemuda, pasukan
Kembaren Liang Melas masih tetap melakukan serangan ke daerah tersebut
dengan berbagai cara. Keluarga Ginting Munte tidak kehilangan akal.
Mereka menyuruh si pemuda untuk membentengi (mbalengi) seluruh air batas daerahnya. Sang pemuda pun akhirnya membuat baleng (membatasi/ benteng) sekeliling daerah dengan kelapa dan menjagai batas-batas daerah kuta yang sudah didirikan (ipanteki) Ginting Munte.
Dengan baleng inilah keluarga Ginting Munte menjadi aman dari serangan musuh. Keberadaan kuta yang dibalengi dengan pohon-pohon kelapa, dimana kuta ini juga dikelilingi oleh aliran air, maka kuta itu hingga saat ini dikenal dengan Laubaleng atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah kampung berbenteng dan dikelelingi oleh aliran air.
No comments:
Post a Comment