Dari Barus, Ajinembah, Erlau-lau, Hingga Barus Jahe
(Cerita Memanggil Hujan dari Ajinembah setelah Bisikan Kalak Barus)
…“Ada sepasang suami istri yang kawin sumbang di kampung ini, karena
itulah hujan tak kunjung datang dan sial akan terus menimpa desa ini,“
katanya…
Kota Barus, kota
pelabuhan yang konon tersohor karena merupakan eksportir kapur barus
yang mendunia, tinggallah sepasang suami istri yang sakti. Lambat laun
Banyak orang yang datang kepada mereka untuk meminta kesaktian dan
lainnya seperti ramuan obat-obatan, hingga membuat mereka merasa tidak
nyaman untuk menetap di kota Barus.
Sepasang suami istri
tersebut sepakat untuk mencari tempat yang baru agar hidup dengan
tentram. Berangkatlah mereka ke dataran tinggi karo untuk mencari tempat
yang baru untuk menetap. Mereka berangkat dengan membawa segenggam
tanah dan air sebagai acuan tempat yang sama nantinya dengan tempat awal
mereka (Barus).
Tibalah mereka di sebuah pematang sawah,
dimana mereka melihat ada seorang petani yang sedang menanam padi dan
bertanya kepada petani tersebut.
“ Wahai petani yang baik hati,
Bolehkah saya beserta istri saya beristirahat dan bermalam di gubukmu?“
tanya sang pengelana itu kepada petani tersebut.
Sambil
tersenyum, petani menjawab pertanyaan suami istri tersebut, “ Bukan saya
menolak dan tidak memberikan ijin kepada kalian tapi alangkah baiknya
kalian beristirahat dan bermalam di rumah saya saja,” ujarnya kepada
suami istri pengelana tersebut.
Setelah pekerjaan Petani
tersebut selesai, akhirnya mereka bertiga pun berangkat menuju kampung
yang di kenal dengan Ajinembah. Di rumah sang petani, percakapan pun
terjadi, mulai dari mengapa mereka akhirnya sampai di Ajinembah sambil
menikmati ubi bakar dan teh hangat suguhan petani.
Sang Petani
lalu menyarankan sejoli tersebut untuk menemui penghulu kampung yang
ketika itu bermarga Ginting Munte untuk meminta izin untuk menetap di
Ajinembah. Pasangan ini harus menunggu, karena kebetulan Ginting Mergana
sedang menggelar syukuran pindahan rumah baru.
Hingga beberapa
harinya hiruk pikuk di rumah penghulu kampung tersebut tiada habisnya,
sehingga penghulu merasa risau karena tamu tamunya tak kunjung habis
dan tidak ingat pulang dari rumah penghulu kampung. Lalu suami istri
yang dikenal dari Barus tersebut menawarkan bantuan kepada penghulu
kampung untuk mengatasi keadaan ini.
Oleh pasangan suami istri
dari Barus ini, penghulu diminta menyiapkan beras, dedaunan, dan air.
Setelah bahan-bahan terkumpul, Keluarga Barus tersebut menyiramkan
ramuan ke kenjahe dan kenjulu rumah penghulu tersebut. Betapa
terhenyaknya Penghulu karena setelah itu tamunya bagai tersadar lalu
satu persatu pulang ke rumah mereka masing-masing.
Merasa
terbantu oleh keluarga dari Barus ini, sebagai ucapan terimakasihnya,
penghulu kampung mengangkat si Barus menjadi kalimbubu di kampung
Ajinembah tersebut.
**
Tinggallah keluarga yang
selanjutnya disebut Kalak Barus ini di Ajinembah. Di daerah dataran
tinggi yang mengandalkan pertanian sebagai pencaharian berharap banyak
pada hujan. Namun ketika itu kemarau panjang datang. Hujan tak kunjung
datang dan banyak tanaman masyarakat kampung gagal panen. Sehingga
masyarakat di kumpulkan oleh penghulu kampung di jambur.
Guru
Sibaso atau “orang pintar” menjadi sosok yang dinantikan untuk
memecahkan masalah karena dia dianggap mampu mendatangkan hujan melalui
keilmuannya.
Tak perlu menunggu lama, malam itu juga Guru Sibaso
dihadirkan. Seperti biasa, masayarakat terlebih dahulu akan bertanya
mengapa kemarau panjang begitu tak kompromi sehingga menyusahkan
masyarakat desa itu.
Dengan kemampuannya berkomunikasi dengan
dunia lain, Guru Sibaso akhirnya berucap: “Ada sepasang suami istri yang
kawin sumbang (sedarah) di kampung ini, karena itulah hujan tak kunjung
datang dan sial akan terus menimpa desa ini,“ katanya.
Kecurigaan langsung mengarah pada pendatang baru, sejoli dari Barus.
Kecurigaan yang liar membuat mereka memaksa penghulu untuk mengusir
Kalak Barus tersebut. Penghulu Kampung yang bijaksana dan welas asih
sangat bersedih, mengingat pasangan tersebut sangat baik hatinya dan
sakti pula kemampuannya. Namun atas permintaan rakyatnya, Penghulu
akhirnya meminta Kalak Barus tersebut meninggalkan Ajinembah.
Tak banyak yang bisa dilakukan Kalak Barus ini. Tidak untuk menangkal
apa yang mereka tuduhkan, tidak juga membela diri. Mereka hanya harus
pergi. Tanpa meninggalkan kesan lebih buruk, pasangan ini sambil
tersenyum datar berlalu. Namun sebelum berlalu, Kalak Barus ini berbisik
pada pengulu.
“Jika kalian ingin hujan datang ke kampung ini,
maka semua masyarakat kampung harus mandi dan membasahi seluruh kampung
ini “ ujarnya kepada penghulu.
**
Dalam perjalanannya,
Kalak Barus ini menemukan sebuah tempat yang tanah dan airnya sama
dengan yang dibawanya dari barus. Suami istri tersebut pun membangun
gubuk untuk mereka tinggal disana. Nama ini sekarang berkembang dan
dikenal dengan Barus Jahe. Mereka hidup tentram di sana.
Rupanya Ajinembah yang ditinggalkan tidaklah seberuntung itu.
Berbulan-bulan ditinggalkan Kalak Barus, hujan tak juga datang. Ginting
munte yang awalnya tak rela mengusir Kalak Barus ini semakin menyesal.
Namun ia teringat akan pesan barus tentang hujan.
Setengah
putus asa, Merga Ginting ini memutuskan melaksanakan apa yang dipintakan
Kalak Barus tersebut. Lagi, Penghulu ini terhenyak karena tak lama
setelah itu hujan turun dengan derasnya. Rakyat Ajinembah menyambut
hujan dengan sukanya. Penasaran, rakyat yang seperti mendapat berkah
dari langit bertanya akan penghulu, apa gerangan yang membuat hujan
datang begitu derasnya setelah begitu lama dinantikan.
Terharu,
penghulu dalam tangisnya menceritakan pengalamannya dengan Kalak Barus
dan pesan yang disampaikannya sebelum berlalu dari Ajinembah. “ Aku
menyesal telah mengusir Barus dan istrinya dari kampung kita ini, dia
lah yang berpesan kepadaku agar melaksanakan ini sebelum dia pergi “
jawabnya kepada masyarakat kampung.
Penghulu Kampung Pun
Menyuruh Masyarakat Kampung Mencari Barus Dan Istrinya Karena Merasa
menyesal telah mengusir mereka. Selang beberapa bulan, akhirnya orang
yang disuruh menemukan si Barus dan istrinya dan meminta mereka berdua
agar kembali ke kampung Ajinembah karena merupakan pesan dan penyesalan
penghulu kampung beserta masyarakat.
Kalak Barus pun
berterimakasih atas niat baik penghulu dan rakyatnya, namun Kalak Barus
ini sudah terlanjur suka dengan tempat baru mereka.
“Sampaikan
terima kasih kami kepada penghulu kampung, kami sudah berbahagia di
tempat ini dan berharap penghulu kampung tidak melupakan kami,” katanya
dalam kesederhanaannya.
Atas pesan balasan yang dibawa rakyat
Ajinembah dari Barus pada penghulu, penghulu tak puas. Dia merasa harus
meminta sendiri kepada Kalak Barus tersebut dan memutuskan pergi ke
Barus Jahe. Barus tetap menolak dengan alasan mereka berbahagia berada
di barus jahe dan inilah tempat cikal bakal keturunan mereka berkembang
nantinya.
Penghulu kampung Ajinembah Ginting mergana pun
meminta ijin kepada Si Barus agar dapat membangun tempat dirinya di
Barus jahe. “Di sini (Barusjahe) kubangun tempat untukmu, sebagai tanda
aku adalah anak berundu, Kalimbubu,” kata pengulu Ajinembah tersebut.
Ikrar tersebut diterima sebagai awal mula berdiri Barus Jahe yang
kemudian dipenuhi oleh keturunan Kalak Barus. Semakin beranak pinak
mereka, akhirnya daerah-daerah sekitar Barus Jahe dibangun daerah-daerah
baru oleh Keturunan Kalak Barus yang sakti tersebut.
Blog Archive
-
▼
2015
(46)
-
▼
February
(12)
- " Edan "
- Lapangan Merdeka ( Esplanade,Fukuruido) Medan
- Tenah Lau Binge
- Alasan wanita suka Remaja Muda alias brondong
- 10 Alasan Utama, Wanita Selingkuh Dari Pasangan nya
- Kanker Payudara diantara kita
- Pergerakan Pemuda Karo Medan
- Asal Mula Budaya Erlau-lau Pada Masyarakat Karo
- Jerawat dan tips Mengatasinya
- 7hal Penting Yang Diinginkan Wanita dari Para Pria
- Asal usul Nama Kuta Laubaleng kab karo
- Pecahnya Meriam buntung ( legenda Putri Hijau )
-
▼
February
(12)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment