Blog Archive
-
▼
2015
(46)
-
▼
February
(12)
- " Edan "
- Lapangan Merdeka ( Esplanade,Fukuruido) Medan
- Tenah Lau Binge
- Alasan wanita suka Remaja Muda alias brondong
- 10 Alasan Utama, Wanita Selingkuh Dari Pasangan nya
- Kanker Payudara diantara kita
- Pergerakan Pemuda Karo Medan
- Asal Mula Budaya Erlau-lau Pada Masyarakat Karo
- Jerawat dan tips Mengatasinya
- 7hal Penting Yang Diinginkan Wanita dari Para Pria
- Asal usul Nama Kuta Laubaleng kab karo
- Pecahnya Meriam buntung ( legenda Putri Hijau )
-
▼
February
(12)
Friday, 27 February 2015
" Edan "
By Hujan tarigan
EDAN, ternyata waktu benar-benar berhenti pagi ini. Detik di jam dinding ruang kelas kami pun berhenti. Seakan ada gerakan yang maha dahsyat dari sebuah magnet yang menahan dan menariknya agar tidak bergerak.
Tak terasa lagi hembusan angin meniup tubuh kami yang penuh keringat, yang beberapa saat lalu mengikuti upacara penaikan bendera. Gesekan daun bambu yang berada di belakang kelas kami telah menjadi beku!
Tak ada aktifitas, semuanya kosong. Aku lihat jam tanganku, berhenti! Kulirik teman yang duduk di sebelahku, edan…!. Aku juga sudah membeku. Bumi ini benar-benar berhenti berputar.
Di depan terlihat Bu Guru sedang menerangkan teori kenisbian, salah satu pelajaran di kelas III IPA. Ibu Guru diam, cuma sisa-sisa barisan kata yang tampak nyata keluar dari mulutnya. Si Robby lagi ngupil, tampak jelas. Ia berhenti tepat ketika jari telunjuknya yang kanan menempel di lubang hidungnya yang kanan. Wati dan Nining berhenti tepat ketika keduanya sedang berbicara. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang heboh. Sementara si Ucok membeku ketika sedang berkipas-kipas. Yah, bumi benar-benar tidak berotasi hari ini.
Ini adalah saat-saat yang mendebarkan bagi peradaban manusia. Mungkin belahan bumi lainnya juga mengalami hal yang sama. Bayangkan, waktu berhenti, dan kita semua seperti mati! Sementara ku lihat di luar jendela tampak debu-debu beterbangan. Pause. Tanpa adegan slow motion, sangat indah kelihatan.
Mungkin pagi ini Tuhan mau main tebak-tebakan, "Apa yang bisa kau perbuat seandainya waktu benar-benar Ku-hentikan?" Mungkin begitu kata Tuhan.
Tetapi sedangkan bumi baru dua detik berhenti berputar, kok sudah seperti dua abad saja aku berada di bukit bersalju, dingin.
Rambutku menegang, rambut Si Ronal juga. Malahan temanku Fadli kelihatan menua. Dalam keberhentian waktu yang sesingkat ini, bagaimana mungkin itu terjadi. Oh, rambutnya. Oh, kumisnya. Kulirik jam yang menempel di depan ruangan. Gila. Permainan belum berhenti juga rupanya.
***
Aku cuma bisa melihat ke satu arah, ke depan. Ke arah papan tulis, ke arah rumus yang dituliskan Bu Guru : E=mc2, dan sebuah model soal yang mendeskripsikan tentang perbedaan usia manusia, serta relativitas kuantum waktu yang dihadapi seseorang. Bagaimana mungkin seorang astronot penjelajah bulan yang memiliki seorang saudara kembar di bumi akhirnya lebih muda beberapa tahun setelah sekian tahun berada di bulan?
"Ah itukan cuma teori" sambut si Robby menimpali ucapan Bu Guru beberapa saat lalu.
***
"Mayday… mayday… mayday…" Seorang astronot sekaligus fisikawan mengirim sinyal dari bulan. Mereka mengorbit dan terus melayang di luar angkasa.
"Bumi berhenti, mayday. S.O.S, warning, attention, achtung, beritahu orang yang ada di bumi, kalau ternyata bumi berhenti berotasi" perintah Kapten Spock. " Beri tahu pula bahwa kepada penduduk bumi agar segera meninggalkan bumi dan ikut program kita. Program transmigrasi. Juga pancarkan melalui satelit agar ditransmit ke CNN, BBC, Antara dan kantor-kantor berita negara lainya."
"Kapten, bumi sedang mengalami titik jenuh, kita memerlukan banyak pelumas untuk melicinkan porosnya yang sudah berkarat dan berkerak" lapor fisikawan dari Jepang.
"Ah Mister, ternyata teori Einstein, Newton dan mas Maxwell tidak menarik untuk dibahas. Lebih baik kalau kita mendengar teori memasak cepat pagi ini di tv" dengan setengah berbisik astronot asal Indonesia yang bertugas sebagi cleaning service di sektor 7 kapal Enterprise sambil menguapi kaca jendela.
Bumi mulai mengecil, entah teori apa lagi ini? Mungkin sudah lima menit nafasku berhenti. Oh, pagi ini aku seperti masih bermimpi. Ruang ini semakin sempit, gila. Aku berhenti.
***
"Hei, mengapa di luar masih gelap? Bukannya seharusnya ini sudah terang?" seorang wanita bule dengan mata setengah terbuka bertanya pada suaminya. Mereka mengalami hal yang sama.
"Seharusnya ini ‘kan sudah saatnya makan malam" dengus seorang penarik riksaw di Cina. Dia berhenti tepat ketika kaki kirinya melayang di udara.
***
Sesekali juga, kurasakan pernafasan dan pertukaran sirkulasi udara, serta kulirik si Fani meneruskan pembicaraannya, dan kembali diam. Untuk beberapa saat pula kurasakan bumi kembali berputar, dan jilbab si Fani dibuai angin yang gemulai. Tapi itu hanya sepersekian detik. Angin tak bertiup dan bumi kembali berhenti. Sepi. Nafasku terasa berat. Suara jarum jam tak kedengaran. Tuhan benar-benar melemparkan dadu ke tempat yang tak bisa kita temukan.
***
Kapten Spock dan Admiral Sokrates dari divisi penerbangan ruang angkasa dan transmigrasi antar galaksi sedang merencanakan sebuah ekspansi ke planet lain.
"Berhubung manusia di bumi terlalu membludak dan kita sebagai manusia yang terbatas namun menjunjung tinggi hak azasi, maka saya usulkan. Bagaimana, bila spare part dan software poros bumi diganti dengan penetrasi sinar kosmis. Ataupun, kalau memang cara itu kurang efisien, kita pindahkan saja ke dekat matahari. Dengan menggeser sedikit garis koordinat tentunya" ujar Admiral Sokrates yang terkenal dengan teori perundang-undangan perpajakan daerah otonomi.
"No comment" sambut Kapten Spock yang berkepala elips.
"Sebaiknya kita tanya pada Newton"
"Interupsi saudara ketua.." potong Suparto, Letnan dari sector 2. "Newton sudah mati"
"Kalau Einstein?"
"Sorry mas, Einstein juga sudah go out-lah" kata mang Jajang, seorang pedagang asongan di kapal Enterprise.
"Bagaimana dengan Hawking?"
"Hawking?". Letnan Suparto dan mang Jajang saling melempar pandang. "Saha Eta? Sorry mas, I don’t know" mereka saling membeo.
Pembicaraan konyol itu terekam di kantor CNN, BBC, Kantor berita negara-negara, yang kemudian dipancarluaskan ke televisi, radio yang masih menyala. Termasuk radio yang suaranya terdengar keras dari dalam kantin karena hening dan kosongnya bumi. Acara yang sebelumnya mendendangkan dangdutan, kini berubah menjadi informasi dengan sedikit perdebatan argumentasi tolol seperti tadi.
***
Sedikit-sedikit kembali kurasakan jari tanganku mulai menggenggam lagi, dan berhenti. Dan lagi, berulang kali. Dan diam. Tanpa sadar posisi dudukku sudah bergeser. Yah walaupun hanya beberapa centi. Ada juga yang memanfaatkan gerakan dinamis dan konstan itu. Fani sempat menutup mulutnya (dia kelihatan lebih manis bila begini), Si Robby memindahkan telunjuk kanannya ke lubang hidung yang kiri.
***
"Tidak bisa, bumi sebentar lagi kembali berputar" Kata Admiral Sokrates. "Setelah saya mengadakan observasi di lobi saat makan malam tadi, saya berhasil mensintesa teori-teori fisikawan terkemuka"
"Maaf Admiral, silakan to the point saja. Jangan terlalu banyak kata pengantar" sambung Kapten Spock. Ruang monitoring sesaat menjadi tegang. Di luar jendela tampak bumi mengambang bebas. Tak ada gerakan, tak kedengaran suara ombak memecah karang.
"Thank’s Kapten. Jadi begini…" Admiral Sokrates meneruskan analisanya. " …bumi hanya berhenti sementara. Beberapa detik, cuma beberapa detik" katanya bersemangat.
"Beberapa detik bagaimana?" sambung seorang astronot dari Rusia. "maksud kamerad baru saja berhenti, tadi, sampai saat ini, cuma beberapa detik?".
"Oh, bullshit!" dengan selengean Mcdonald, astronot asal California, USA menyambut analisa tersebut. "kata-kata pembuka dari anda sudah lebih dari waktu yang kita sediakan. So, how can?"
Kedua astronot asal Indonesia juga seorang asongan dari negara yang sama mendengar dengan seksama.
Terjadi perdebatan panas di sana, mengenai bangsa siapa yang akan memimpin misi kali ini.
"Maaf, suasana masih dalam keadaan panik. Anda-anda harus diam. Karena banyak kemungkinan yang terjadi selama bumi berhenti" Kapten Spock mencoba bijaksana.
"Biarkan Admiral untuk mensintesa analisanya"
***
Edan, mereka masih berdebat di atas sana. Mereka semakin membuat tegang suasana. Seandainya aku dapat bergerak selama rentang waktu 10 detik saja untuk berlari ke kantin dan mematikan radio yang berisikan pembicaraan orang-orang tolol itu…
"Kau harus percaya pada khayalan Einstein kawan" pikirku. Tapi seperti itulah, saat ini kita memang sedang dihadapkan pada sebuah kenyataan, mungkin usia kita akan lebih muda dari usia para pembicara yang berada di atas kapal ulang-alik sana. Mereka bergerak, arloji mereka juga. Hormon-hormon penuaan yang bakal terjadi juga tumbuh dan berkembang.
Mungkin beberapa detik, menit, jam, hari, mungkin selama-lamanya. Sampai bumi ini berputar kembali. Mungkin pada saatnya nanti para kosmonot itu kembali ke bumi dengan kulit keriput, jenggot putih yang panjang. Juga kepala yang botak seperti profesor. "Mungkin akan ada teori yang seperti ini".
Aku kembali melihat ke sekeliling ruangan. Semuanya membosankan. Termasuk teori fisika yang diterangkan Bu guru, teman-teman yang berwajah dungu, semuanya terlewatkan dengan anggun.
***
Akhirnya riwayat bumi berhenti sampai di sini. Bukan oleh gempa ataupun gulungan tsunami. Tapi dengan berdiamnya para penduduk bumi!
Tapi itu tak apalah, itu berarti selamanya aku akan melihat ke satu arah. Fani!. Cewek yang ku taksir dari dulu. Sedikit mengambil keuntungan dari berhentinya bumi berputar tidak apa bukan?
***
"Semuanya anda-anda berada di sini sebagai utusan ilmu pengetahuan. Pemain atas nama sains.Jadi pakai otak dong, jangan sok pintar, sok cerdas, sok pahlawan" akhirnya mang Jajang melepas kebuntuan.
"…bukankah pepatah lama mengatakan, bahwa kita lah yang menguasai teknologi, jadi mengapa harus bingung dan mencari jalan keluar dengan sendiri-sendiri?". Para awak dan mualim terdiam.
"Kau Jepang…" menunjuk pada astronot asal Jepang. "Apa kontribusimu untuk ilmu pengetahuan? Kerjamu cuma makan ikan setengah matang. Lihat tuh fisik you-you semua kuntetan. You jangan sombong walau negeri you adalah negeri paling canggih di Asia" mang Jajang mulai menunjukkan siapa dirinya. "Eh, kang kamerad, apa sumbangan anda, jangan karena negeri akang memiliki teknologi inteligen dan senjata yang tinggi, terus sebagai kiblatnya ekstrimis kami di tahun ’48 dan memiliki Youri Gagarin, lantas semaunya aja yah. Akang mah…"
"Akang kamerad teh ya…"menyahut si Rusia yang bertubuh besar dan berwajah kasar.
Kepada si Amerika, mang Jajang tidak berani beri komentar. Sebab mata biru si bulai menatap dengan aroma intimidasi.
"Benar, itu semua benar. Saya pikir kita harus bersatu. Berbuat bukan hanya untuk negaranya saja. Jadi disini saya sebagai pemimpin expedisi penjelajahan, memutuskan agar mang Jajang diangkat menjadi kepala tim koordinator usaha penyatuan dan penyelamatan bumi"
"Maaf mister Spock, kita di sini memang bersama-sama memikirkan cara agar bumi dapat terhindar dari dooms-day. Jadi anda jangan mencoba memprovokasi kita. Kami tahu, anda bukan berasal dari planet bumi. Maka kami tahu, anda dengan mudah bisa berkata begitu. Saya berpikir, mang Jajang cuma mengacaukan konsentrasi kita. Dalam hatinya dia memiliki rasa chauvinisme yang kuat. Berpikir keras, bagaimana caranya bisa menyelamatkan 220 juta populasi rakyat Indonesia." ulasanya semakin menegang. "Dia berpikir begitu karena dia paham kalau negaranya sedang tertinggal, dan saat ini butuh sekali bantuan dari kita semua" kata Sir Jhon astronot asal Inggris. Dua orang asal Indonesia lainnya cuma diam. Tak ada pembelaan. Mang Jajang menunjukkan ekspresi wajah ketakutan.
***
Di sinilah ketegangan memuncak. Di luar jendela masih saja bumi berhenti, mengambang lepas seperti buih yang dimainkan ombak.
Sampai pada akhirnya, penghapus papan tulis itu meluncur dengan kecepatan cahaya, tepat, jitu mengenai jidatku.
Seketika pula bumi kembali berputar. Oh, ternyata mereka tertawa. Tiba-tiba saja aku sudah kembali berada pada rotasi bumi. Di depan kelihatan kalau Bu Guru sedang marah, dan aku masih belum percaya, ketika si Fani cewek yang telah lama ku taksir melihat ke arahku sambil tersenyum. Sementara si Robby memasukkan kedua jarinya telunjuknya ke-dua lubang hidungnya. Mereka masih tertawa. Bu Guru masih saja marah. Aku memegang sakit jidatku. Mengapa waktu kembali berjalan? Mengapa bumi kembali berputar? Mengapa aku harus dilempar?
Waktu memang berjalan dengan cepat. Satu, dua, tiga detik, dua menit! Dan pertanyaan yang dilontarkan Bu Guru tak pernah terjawab olehku. Aku begitu bersemangat dengan perdebatan awak kapal Enterprise. Aku terlalu lama diam. Sehingga diamku dianggap sebuah ketidaktahuan. Edan! Aku menyumpah pada saat itu.
Sementara kelas yang tadinya sempat gaduh sekarang sudah mulai tenang. Sakit jidatku telah menghangatkan kebekuan tubuhku. Kulihat lagi, yeah… semua seperti hanyut sendiri, memikirkan rumus-rumus teori.
***
Dan di atas sana, awak kapal Enterprise saling tembak-tembakan.
"Mati kau Rusia" kata si Amerika
"Ku ledakkan kepalamu Amrik sialan"
"Akulah yang terhebat" kata astronot asal Jepang. Suing. Sebuah peluru nyasar menembus kepalanya yang besar.
Mang Jajang melompat, membawa serta beberapa dokumen rahasia. Admiral Sokrates tewas dalam kontak senjata. Kapten Spock meledak. Mereka meledak. Kapal Enterprise hancur.
Dan dari kantin sayup-sayup kembali terdengar dangdutan, dari sebuah radio transistor model lama. Yah, cuma model lama!
Binjai, Medio Juli 2002
https://www.facebook.com/hujantarigan/about
https://twitter.com/medanbagus
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment