Oleh Hujan Tarigan
KOLOR IJO sudah sampai di RT kami. Kabar itu merusak kedamaian warga.
Beberapa hari yang lalu, Kolor Ijo masih merambat di RT sebelah. Rumah
seorang janda beranak tiga diobrak-abrik. Kasihan janda itu, dia
sempat digoda keperkasaan si Kolor Ijo. Tapi untung lah dia luput.
Hanya hartanya saja yang habis digasak.
Walau hanya
sas-sus, Kolor Ijo berhasil menancapkan namanya dalam agenda nasional.
Warga di ibukota yang canggih ini terkesiap sejenak dan bergidik juga
mendengar cerita yang masih diragukan kebenarannya itu.
"Aneh,
di zaman internet begini, masih ada juga yang percaya dengan cerita
begituan," kata Solihin sambil menyodorkan tempe goreng ke mulutnya.
"Eh,
elu sih kagak percaya. Itu tuh, mpok Rumine nyang ngomong sendiri ke
gua. Katanye nih ye, tadi malem ada sesosok mahluk aneh sedang ngetem
di rumahnye," kata mpok Salma serampangan.
"Ah masak mpok. Pegimane ceritanye?" mpok Ida masih kurang percaya. "Yah, masak gua bohong," kata penjual warung itu.
"Nih die nih," mpok Salma mulai bercerita.
"Tadi malem mpok Rumine mau ke wc. Nah, wc di rumahnye, pan harus ngelewatin dapur."
Sampai
di situ mpok Ida dan Solihin mendengar dengan serius. "Nah, pas die
mau ngelewatin dapurnye, die ngelihat ade sekelebat bayangan."
"Penampakan kali mpok," potong Solihin.
"Ngelihat
pemandangan ntuh, mpok Rumine ngacir ke kamarnya dan ngebangunin
suaminya, Bang Jalil. Setelah bangun, Bang Jalil ame mpok Rumine balik
lagi ke dapur. Tapi sebelum itu mpok Rumine sempat nyamber bambu kuning
ame daun kelor yang ditempelin di pintu kamarnye. Dan Bang Jalil
nyamber golok. Kedua laki bini itu membuka pintu," kata mpok Salma
sembari memperagakan adegan demi adegan. "Dengan segala ayat-ayat suci
yang mereka hapal, akhirnya dengan mudah laki-bini itu tiba juga di
dapur."
"Die nih bang. Aye ngelihat ntu bayangan," sambung
mpok Salma menirukan mpok Rumine. "Ah di mane? Kagak ade," kata mpok
Rumine menirukan Bang Jalil. "Tapi tadi ade Bang. Aye ngelihat die
main-mainin tudung saji," mpok Rumine lagi sambil membuka tudung saji.
"Kampret," tiba-tiba dengan keras mpok Salma melompat hampir menjatuhkan gorengan yang baru ditiriskan.
"Eh, kampret-kampret," sambung mpok Ida latah. Dan Solihin pun seperti tersentak kaget, "Kampret," bisiknya.
"Emang tuh kolor Ijo berubah jadi kampret?" tanya Solihin serius.
"Yah kagak. Denger nih, gue lanjutin tuh cerita," kata mpok Salma sambil memasukkan singkong ke minyak panas.
"Jadi
sewaktu mpok Rumine membuka tudung saji nyang ade di meja makannye,
die kaget setengah mati. Dan berteriak-teriak kampret. Nah Bang Jalil
kaget dan kata mpok Rumine, die nyabut tuh golok dari sarungnya.”
"Apa tuh jengkol dimakan ame Kolor Ijo mpok?" tanya mpok Ida pada mpok Salma.
"Ye, gue gak tau." Jawab mPok Salma. "Wah tuh demit kelaparan kali," kata Solihin.
"Norak lu!" kata mpok Salma pada Solihin yang asal nyeletuk.
"Mpok beli nasi uduknya," pembicaraan itu terhenti ketika seorang anak kecil tiba-tiba muncul membeli nasi
II
Kolor
Ijo membuka cabang. Mahluk yang dikabarkan memiliki congor seperti
babi, kuping yang panjang seperti kelelawar, kuku hitam dan
panjang-panjang, tubuh yang gemuk pendek dengan bulu yang tumbuh di
sekujur kulitnya yang berwarna gelap, muncul seperti zombie yang
menakutkan di daerah pinggiran Jakarta.
Menurut cerita,
awalnya Kolor Ijo barawal dari seorang lelaki yang menuntut kesaktian.
Dengan syarat memperkosa wanita, gak peduli gadis, atau janda dengan
jumlah yang telah ditentukan.
Ilmu itu dipercaya dapat
membuat lelaki itu menjadi kebal, bisa menghilang, cepat kaya, dan
tentunya perkasa. Konon agar tidak terlihat orang, mungkin, lelaki itu
harus telanjang dalam setiap operasinya. Namun, mungkin lagi, setelah
lelaki itu bargaining dengan Sang Guru, dia diperbolehkan memakai
kostum.
Mungkin pada awalnya, lelaki itu
menghendaki sebuah sarung sebagai aksesoris operasionalnya. Mungkin
ketika itu sarung yang dimilikinya berwarna kuning. Sehingga
memungkinkan lelaki itu dikenal sebagai si “Sarung Kuning”. Masih
mungkin, ketika lelaki itu memulai operasinya yang pertama dengan
telanjang dan hanya ditutupi sarung yang berwarna kuning tadi, dia
merasa terhalang oleh sarungnya sendiri. Sehingga secara alamiah,
nalurinya menyarankan agar melepas satu-satunya penutup yang dapat
menahanya dari rasa dinginya malam. Mungkin setelah sarung kuningnya
lepas, satu-satunya yang tersisa melekat ditubuh si lelaki itu adalah
kolor. Kebetulan sekali berwarna hijau! Mungkin itulah yang terjadi
pada sejarah Kolor Ijo. Tapi, kenapa harus Kolor Ijo? Bukannya Kancut
Ijo atau Sempak Ijo atau Celana Dalam Ijo?
III
Isu
Kolor Ijo menggemparkan Jakarta. Serentak dengan kemunculanya si Kolor
Ijo, tadi pagi di tv Odon melihat berita, koridor busway yang baru
diresmikan Bang Yos sudah pada rusak. Sampah di Bantar Gebang
membnggunung dan membentang. Kaleng pemilu yang disediakan KPU belum
cukup. Amerika keliru menyerang Irak. Flu burung menyebar di Asia.
George Soros mengganjal Bush. Semuanya nyatu, Odon pusing. Semua orang
pusing.
Suatu malam ketika ronda di RT kami sedang
berjaga, tiba-tiba Pak Leman dari RT sebelah berteriak berlari ke RT
kami. Pak Leman memberi kabar, di RT-nya terjadi suatu peristiwa
penting. Kolor Ijo tertangkap! Maka seketika itu pula RT kami terpukau
dengan kabar itu. Para lelaki di RT kami melindungi rumah-rumahnya
dengan golok dan apa saja yang ada di tangan. Tak terkecuali Odon yang
masih numpang hidup di rumah bapaknya. Sedangkan para wanitanya
meringkuk di ujung ranjang yang sudah dihiasi bambu kuning dan daun
kelor.
Seperti ceritanya, akhirnya Kolor Ijo yang ini
dapat diringkus tanpa melakukan perlawanan. Hampir saja, seluruh warga
yang pada dasarnya berhati mulia, membantainya di tempat. Mahluk yang
disangka Kolor Ijo terduduk lesu di pekarangan rumah Narji. Sekujur
tubuhnya memar, darah keluar dari hidung dan kepalanya.
"Hayo, ngaku lu!"
"Bangsat lu ya!"
" Mau perkosa siape lu disini?!"
"Gue gampar juga lu!" Si Kolor Ijo terlihat cuma meringis, sebentar kemudian tersenyum-senyum.
"He eh, ngeledek lu ya?!"
"Sialan kebal lu ye?!"
"Awas luh!! Gua matiin lu!"
Mahluk
yang hampir bugil itu akhirnya dipindahkan ke pos hansip. Dengan
tertatih-tatih dia diseret paksa. Semua mengerumuni lokasi kejadian.
Ingin melihat tampang si Kolor Ijo dari dekat. Membunuh rasa
penasarannya masing-masing.
"Jang, panggil polisi," kata
Tugiyo lakinya mpok Salma. Seorang wartawan nyelinap ke tengah
kerumunan. Si Kolor Ijo cuma mesem-mesem.
"Saya ngelihat
tuh setan lompat dari semak-semak belakang rumah bang Narji," ungkap
Saipul yang meronda pada malam itu memberikan keterangan pada wartawan.
IV
"Ah, sialan lu!"
"Bakar aja."
Suara-suara
makin liar berseliweran. Hiruk pikuk di pos hansip. Ketua RT datang
bersama seorang ustad. Seorang pemuda dengan iseng menggetok kepala si
Kolor Ijo dengan bambu kuning.
"Woi, lihat kolor nya!"
teriak Solihin. Sontak semua orang mengarah pada Solihin dan menoleh ke
arah si Kolor Ijo. Semua mata mendelik. Wajah si Kolor Ijo sudah
bonyok dan lebih seram dari setan yang ada di film-film horor
Hollywood. Tubuhnya memang tegap, tapi tidak penuh bulu, seperti yang
dikatakan orang-orang tentang ciri-ciri si Kolor Ijo. Cuma bulu-bulu
tipis yang menghiasi pusarnya. Dan, apa?! Keliru! Pak RT langsung
kaget. Semua orang jadi tak percaya. Kolornya warna kuning. Dan basah.
Dan bau kencing!
"Wah salah nih," seorang pemuda dengan lesu membalikan badanya.
"Kolornya warna kuning," kata mpok Indun yang ikut ronda malam itu.
"Bau kencing…"
"Wow apa nih?!"
"Doski adik seperguruan Kolor Ijo," teriak pemuda punk setengah teler.
Seorang
bersepatu kets menghampiri mahluk itu. "Die anak bang Toyib warga RT
sebelah!" katanya sambil memandang RT kami. Semuanya panik. Kata-kata
berseliweran di mana-mana. Kepanikan telah meluncur bebas dari
perut-perut yang dipenuhi cacian dan kebosanan. Semua senter diarahkan
ke pemuda itu. Sinarnya seakan mau memastikan bahwa mahluk itu adalah
Sukron anak tunggal Bang Toyib.
"Sinting," kata Pak RT
mencoba menenangkan warga. Keributan tetap tak terhentikan, yang ada di
dalam kerumunan itu, cuma rasa geram dan grrr, tawa.
Bang Toyib datang terengah-engah seperti mengutuki dirinya sendiri.
"Kadal
buntung! Siape yang berani menghajar anak gue sampai begini macam?"
Bang Toyib yang mantan jawara Jatinegara menerobos kerumunan di pos
hansip sambil mengacungkan goloknya ke arah orang-orang. Semua warga
menghindar.
"Sama gelonya," celetuk seseorang sembari meninggalkan kerumunan.
Bang
Toyib murka. Pak RT sebelah coba menjelaskan duduk perkara. Saipul
lemas dan kehilangan keberanian. Kerumunan sepi. Namun masih seperti
lebah dengan suara-suara yang membuat sakit telinga.
Bang
Toyib makin murka. Odon menghampiri kerumunan. Para wanita keluar dari
rumahnya masing-masing. Sukron cengengesan. Pak Polisi datang bersama
Jajang. Suasana sedikit mereda. Pak Polisi lalu mengangkut Pak RT,
Saipul, Bang Toyib dan Sukron si Kolor Ijo gadungan.
V
Paginya
cerita Kolor Ijo gadungan jadi pembicaraan di kedua RT yang
bertetangga itu. Semua orang meributkan nasib Sukron yang malang. Para
wanita di RT kami kembali diterkam rasa ketakutan. Terjadi polemik.
Apakah Sukron merupakan anggota sindikat Kolor Ijo, atau bukan. Kalau
terbukti bukan, itu artinya Sukron benar-benar gila, seperti yang
diketahui warga mengenainya.
Opini warga kembali terbentuk dan kembali terbentur.
Sementara
mpok Salma telah membuka stand baru di samping warung nasi uduknya.
"Hal ini gue lakuin demi keamanan kite-kite juga pan?" katanya sambil
menyendok nasi di termos.
Memang sebelumnya, Wak Haji
Syarif pernah komplain pada Pak RT. Pasalnya, para warga secara liar
dan serampangan telah menjarah tanaman hiasnya yaitu bambu kuning. "Ane
kagak senang orang-orang pade seenaknye masuk pekarangan ane dan
nebasin bambu-bambu ane. Pokonya ane gak senang! Nggak redho dunia
akhirat," umpatnya suatu pagi di rumah Pak RT.
Karena
semakin parah dan santer saja isu Kolor Ijo, maka mpok Salma menekan
harga bambu kuning dan daun kelor yang menjadi bisnis lainnya kini.
"Gile bener, masak beginian sampe tiga ribu?” ujar mpok Salma pada suatu
hari. "Yah, lebih baik buang dikit daripada ilang banyak" sahut mpok
Salma. Mereka tawar menawar ‘penangkal’ Kolor Ijo.
Sementara
telah terjadi suatu peristiwa yang sangat penting di RT sebelah. Kedua
pimpinan RT bertemu dan saling menyetujui pokok-pokok pikiran
masing-masing delegasi. Secara kooperatif dan bertanggung jawab, kedua
Ketua RT menyetujui sebuah resolusi, agar tidak terjadi lagi Sukrongate
yang bisa menimbulkan desintegrasi dalam skala nasional. Persetujuan
itu dikenal warga dengan nama "Konvensi Kolor Ijo".
Sehari
setelah Konvensi Kolor Ijo ditandatangani, warga kedua RT saling bahu
membahu dalam menangkal dan menolak epidemi Kolor Ijo. Plang, pamflet
dan selebaran ditempel di gang-gang, di tembok-tembok rumah. Bunyinya,
"Kawasan Bebas Kolor Ijo". Jam malam pun diberlakukan.
VI
"Dilarang
keliaran tengah malam!" Odon membaca dengan keras peringatan yang
ditempel di pintu masuk RT kami. Hal ini begitu janggal bagi Odon yang
seorang mahasiswa. Kebebasan Odon buat bertemu pacarnya jadi terenggut
hanya karena sebuah gosip.
"Gila," desisnya.
Dia berjalan terus. Dengan setelan kemeja dan bawahan kain bahan,
begitu rapi dia. Wangi lagi. Walau parfumnya murahan.
Jam
delapan malam Odon tiba di rumah pacarnya. Awalnya Odon berniat
mengajak sang pacar nomat, tapi karena sadar sudah malam, maka Odon dan
pacarnyaa menghabiskan malam itu hanya dengan cubit-cubitan. Yah,
seperti anak muda lainya, mereka hanyut dalam panasnya gelora cinta.
Kemeja
Odon basah. Gerah. Pacarnya bosan hanya dengan cubit-cubitan. Mereka
berdua ingin lebih lama lagi merasakan sakit sekaligus nikmatnya
cubitan yang saling diberikan.
Mereka tersadar ketika
jarum jam nyaris menyentuh angka 24.00. Jam malam telah terlewati.
Kedua insan yang tengah mabuk asmara ini menghentikan aksinya yang
dapat memusingkan malam.
"Ude malem say. Abang pulang dulu ye," suara Odon tercekat keterpaksaan.
"Iye
deh Bang. Hati-hati ye," Odon mendengar suara pacaranya yang
terputus-putus. Sambil saling meremas tangan, mereka tak bisa melakukan
banyak hal.
Odon pamit pada camer-nya. Setelah itu kepada pacarnya. "Entar es-em-es aye ye bang," kata pacarnya dengan suara manja.
"Iye deh," Odon mengangguk lesu. Jam malam telah dilanggarnya.
Odon
bergerak dari rumah sang pacar dengan mempercepat langkahnya. Kemeja
Odon pun melambai-lambai oleh tarian angin malam. Keringatnya mulai
diganti rasa dingin.
"Hei brenti!!" teriak seorang peronda mengejar Odon.
"Siape lu?!" Suara itu memburu. Odon ciut. Sepasang tangan mencengkram kemejanya.
"Busyet lu ye."
"Lu mau maling ya?!"
"Kagak Bang. Kagak," Odon ketakutan hampir menangis.
Seorang pemuda lain muncul dari seberang Odon, berdiri dan menghampiri. Sambil berteriak-teriak, "Kolor Ijo! Kolor Ijo!"
"Ape? Lu Kolor Ijo?" sekepal tinju mendarat mulus di pipi Odon. Dunia berputar. Odon terjerembab ke jalanan.
"Ah, bawa dia ke pos!"
Odon
diseret, sendalnya copot ketinggalan. Di Pos Hansip, peronda yang lain
sudah menunggu. Odon didudukkan di sebuah bangku. "Hayo, ngaku lu. Gue
gibeng lu!"
"Enggak, Bang. Bukan. Saya bukan mau maling Bang…" kata Odon mulai menangis.
"Ah sialan lu!” Kata seseorang memaki. "Lu Kolor Ijo ‘kan?!"
"Buka aje celananye. Telanjangi die…"
Odon
bingung. Pertanyaan seperti batu yang dilemparkan ke kaca akuarium
berisi lou han. Tangan-tangan mulai menyentuh pakaian rapinya. "Ampun
Pak. Ampun Pak," kata Odon, tangisnya membesar.
"Aye Odon. Aye Odon." Namun para peronda tak mendengar penjelasannya.
"Ah, dasar Kolor Ijo lu!"
"Diem Lu!"
adalagi, "Bangsat lu."
"Kolor
Ijo ketangkep, Kolor Ijo ketangkep! Kali ini Kolor Ijo yang asli…"
seorang peronda melaporkan kejadian itu pada pak RT kami.
"Kolor Ijo ketangkep? Coba dichek lagi" Pak RT menyiapkan pakaianya.
"Lets go, kita ke pos" katanya pada peronda yang melapor.
Di
Pos Hansip, Odon semakin pucat pasi. Kulitnya yang gelap terlihat
lebih cerah. Seluruh senter mengarah ke tubuhnya. Semua peronda
tertegun tak percaya.
Pak RT tiba di sana. Tanpa ba-bi-bu
langsung menghampiri sesosok mahluk yang hampir bugil. Pak RT
mengarahkan senternya ke arah penutup satu-satunya yang tertinggal di
tubuh Odon. Pak RT terdiam. Odon semakin meraung.
"Saya
Odon Pak. Odon…" teriaknya. Lalu meraung-raung seperti bayi. "Saya Odon
anak RT sebelah Pak!" teriak Odon menghiba. Semuanya yang hadir
seperti tersirep ilmu hitam. Tak bisa bergerak. Semua melongo. Semua
menatap kolor Odon. Yah, kolor Odon ternyata berwarna hijau.
VII
Sulit
diceritakan apa yang sebenarnya terjadi di sana pada saat itu. Yang
pasti kini ada pamflet baru di setiap pojok RT. Isinya apa lagi kalau
bukan pengumuman:
--DILARANG PAKAI KOLOR WARNA HIJAU!--
Ternyata pamflet itu ampuh. Kolor Ijo kini menjauh, menghindar ke arah kota. Kolor Ijo merayap mendekati Istana Negara…..
http://www.rmol.co/read/2012/06/30/69164/Rumah-Kaca:-Kolor-Ijo-#.T-7W2CNbQyp.facebook